KOMENTAR

 
 


Dosa hukumnya, siapa yang menuduh orang lain dengan zina tanpa bisa
membuktikannya.
|
Sheikh Yusuf al-Qardhawi
 

halaman utama

 
YUSUF QARDHAWI Translation

Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohamad dalam pembicaraannya tentang perselisihan dirinya dengan mantan wakilnya Anwar Ibrahim telah menuduh bahwa ulama Timur Tengah telah membela Anwar Ibrahim. Untuk menghadapi para ulama itu ia bermaksud menghadap kepada Syaikh Al-Azhar untuk mendapatkan fatwa tentang Anwar Ibrahim. 

Undangan Mahathir kepada Syaikh Al-Azhar ini menimbulkan polemik yang luas dikalangan umat Islam, baik di Al-Azhar maupun di luar, yang menentang pencemaran Lembaga-lembaga Islam seperti Al-Azhar atau lembaga lainnya untuk kepentingan konflik politik di Malaysia atau di tempat lainnya. 

Mahathir melemparkan tuduhannya kepada para Ulama seperti Dr.Yusuf Qardhawi, Dr. Thaha Jabir Al-Alwani bahawa beliau-beliau itu mengeluarkan fatwa yang mengandung unsur pembelaan terhadap Anwar Ibrahim atas tuduhan yang menimpanya. Mahathir mengatakan "Kami akan mengeluarkan (fatwa) ulama yang lebih besar dan lebih tinggi kedudukannya, iaitu Syaikh Al-Azhar untuk membantah fatwa mereka." 

Banyak sekali kaum muslimin yang mengajukan pertanyaan kepada Dr. Yusuf Qardhawi tentang tuduhan Mahathir kepada Anwar bahwa dia telah melakukan zina. ASHARQ AL-AWSAT menemui Dr. Yusuf Qardhawi, ketua Pusat Lembaga Kajian Sunnah dan Sirah di Universitas Qathr, dan Ketua Majlis Eropa untuk Fatwa dan Kajian, untuk mengungkap masalah ini. 


ASHARQ: Mahathir menuduh beberapa ulama - termasuk anda - bahwa mereka telah membela mantan wakilnya Anwar Ibrahim dalam soal perselisihannya. Dia akan meminta Syaikh Al-Azhar untuk mengcounter fatwa anda, bagaimana tanggapan anda? 

SHEIKH YUSUF: Telah berkali-kali disampaikan kepada saya pertanyaan seperti ini dari beberapa ikhwah di Malaysia setelah terjadinya fitnah yang apinya semakin menyala dan tanpa kita duga sama sekali. Pertanyaan itu meminta fatwa kepada saya tentang hukum Syari'at Islam tentang seseorang yang sepanjang hidupnya dikenal luas keshalihan dan istiqamahnya kemudian secara tiba-tiba muncul orang yang menuduhnya melakukan zina dan homoseksual. 

Adalah jawaban atas pertanyaan ini jelas dan terang sekali. Disarikan dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya saw. Al-Qur'an dengan tegas mengatakan  tuduhan dan yang menuduh seperti ini adalah dosa. Bagi yang menuduh harus ditegakkan kepadanya hukuman untuk penuduh (haddul-qadzfi). Allah swt berfirman: "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS An-Nur: 4) 

Dengan begitu, Al-Qur'an menetapkan tiga hukuman untuk mereka atas dosa yang hina itu. 

Pertama, Hukuman Fisik. Yaitu dicambuk delapan puluh kali, untuk menyakiti badannya sebagaimana dia menyakiti jiwa orang-orang yang tak berdosa, mencemarkan hidupnya, menyusahkan keluarga dekatnya. 

Kedua, Hukuman Moral dan Sosial. Yaitu dihanguskannya keberadaan dirinya secara sosial. Dengan cara kesaksiannya tidak diterima lagi dalam segala bidang. Baik dalam soal harta, urusan sipil, urusan sosial, maupun urusan politis. Karena kata kesaksian (dalam ayat di atas) bentuknya umum, dengan struktur kalimat yang dinafikan (nakirah fi siyaqi an-nafyi). Karenanya ia meliputi segala bentuk kesaksian. Dari sini, harus dihapus hak suaranya dalam pemilu, karena merupakan bentuk kesaksian. Lebih-lebih lagi untuk hal-hal yang terkait dengan syari'at. 

Ketiga, Hukuman Agama. Iaitu diberinya gelar dan sifat sebagai orang yang fasik dan dimasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang fasik. Kecuali bagi mereka yang mau bertaubat sesudah itu dan mau mengadakan perbaikan maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 

Al-Qur'an sendiri kadang-kadang menyebutkan kefasikan sebagai lawan dari Iman. Seperti firman Allah: "Maka apakah orang yang beriman sama dengan orang yang fasik (kafir), sungguh mereka tidak sama." (QS As-Sajdah: 18). 

Adalah merupakan rahmat Allah bahwa Dia membuka pintu taubat bagi siapa yang ingin membersihkan dan mencuci dirinya. Allah berfirman: "Kecuali bagi mereka yang mau bertaubat sesudah itu dan mau mengadakan perbaikan maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Maka siapa yang tidak bertaubat dari dosa menuduh ini dia termasuk ke dalam golongan orang-orang fasik. Bahkan Imam Abu Hanifah berkata, bahwa taubat itu hanya menggugurkan pensifatan orang itu sebagai fasik dan tidak menggugurkan ditolaknya kesaksian orang itu. Karena firman Allah di atas berbunyi: "Dan janganlah kamu terima kesaksiannya selama-lamanya.

Dosa itu menjadi lebih berat apabila yang dituduh adalah orang yang oleh masyarakat dikenal keistiqamahan dan keshalihannya. Dan bahwa mereka tidak mengetahui dari orang itu kecuali kebaikan. Ukurannya tentu kesaksian orang-orang shalih dan para ahli tentang orang-orang (yang dituduh) itu. Mereka, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah adalah saksi-saksi Allah di muka bumi. 

Para ulama telah mencapai konsensus bahwa menuduh seorang lelaki yang bersih lagi menjaga diri, sama hukumnya dnegan menuduh wanita yang bersih lagi menjaga diri. Adapun ayat diatas turun dengan lafadz muhshanaat (wanita yang menjaga kesucian) karena ayat itu turun dalam peristiwa yang menimpa Aisyah radhiyallahu 'anha, dalam peristiwa haditsul ifki (berita bohong) atas tuduhan buruk yang disebarkan pelaku peristiwa itu. Padahal ia adalah seorang Shidiqah binti Shidiq (Abu Bakar) dan salah satu isteri Rasulullah yang paling dicintai. 

Dari sini, masyarakat muslim atau seorang qadhi muslim yang mendapati peristiwa seperti ini berkewajiban meminta kepada penuduh untuk mendatangkan empat orang saksi yang kredibel ('udul), yang shalih, tidak nampak dari mereka subhat. Mereka diminta untuk berkata bahwa mereka melihat peristiwa interaksi seksual itu dengan mata kepala mereka. Jika mereka tidak mau, maka penuduh itu telah dikategorikan melakukan dosa qadzf secara dusta dan mereka berhak untuk diperlakukan seperti difirmankan oleh Allah swt di atas. 

Adapun kepada masyarakat diharapkan agar membela orang yang dizalimi dengan tuduhan itu oleh orang yang ingin menyebarkan kekejian di kalangan orang-orang beriman. Sebagaimana firman Allah, menyusul firman-Nya yang bercerita tentang haditsul ifki, "Mengapa di waktu kau mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata." Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itu disisi Allah adalah orang-orang yang dusta." (QS An-Nur: 12-13) 

Inilah yang saya jawab untuk para ikhwah di Malaysia. Dan tidak mungkin seorang muslim yang mengetahui agamanya, mengenal Rabb-nya, menghargai jiwanya untuk mengatakan kecuali seperti ini. Jika tidak, sungguh ia adalah pembual dari orang-orang yang berkata tentang Allah apa-apa yang mereka tidak ketahui. 

Betapa Islam begitu kuat menjaga kehormatan, harga diri, dan kemuliaan orang. Karenanya, tidak dibolehkan bagi seorang Muslim untuk menyakiti saudara muslim lainnya dengan kata-kata yang buruk, baik ketika saudaranya itu ada atau ketika tidak ada. Sebagaimana difirmankan Allah: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sudikan salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS Al-Hujurat: 12). Dan dalam sebuah hadits shahih, "Seorang muslim atas seorang muslim lainnya diharamkan darahnya, hartanya, dan kehormatannya.

Jika saja Islam tidak bertindak seperti itu, niscaya manusia akan menguasai antara yang satu dengan lainnya. Kemuliaan akan diinjak-injak, kehormatan akan tercemar, hak-hak dan kebebasan akan hilang. 

ASHARQ: Bagaimana dengan permohonan Mahathir kepada Syaikh Al-Azhar untuk mengcounter fatwa anda dalam masalah ini. 

SHEIKH YUSUF: Adapun permohonan Mahathir jika ia bisa mendatangkan Syaikh Al-Azhar untuk membantah saya dan DR. Thaba Jabir Al-Alwani dan siapa saja dari Ulama di Malaysia yang sependapat dengan kami, maka saya ingin mengatakan bahwa Syaikh Al-Azhar dengan keagungan kedudukannya, dan posisinya bagi umat Islam adalah lebih mulia dan lebih cerdas dari sekadar menjadikan dirinya sebagai alat legitimasi di tangan seorang kepala siapapun atau perundang-undangan apapun. Dan tidak mungkin dia akan mengatakan dalam urusan agama Allah apa-apa yang menyimpang dari ayat-ayat Qur'an yang jelas, dan sunnah Rasulullah yang shahih serta apa yang telah menjadi konsensus para ulama. 

Kemudian saya juga ingin mengatakan kepada Mahathir, jika wakil anda (Anwar Ibrahim) sifat-sifatnya seperti yang anda tuduhkan itu, bagaimana mungkin hal itu luput dari pengetahuan anda selama 17 tahun lewat. Padahal orangnya dekat dan menempel dengan anda. Dia telah anda angkat sebagai Menteri Pemuda, Menteri Pertanian, Menteri Pendidikan dan Pengajaran, Menteri Keuangan, Wakil Perdana Menteri, Wakil Ketua Partai. Bagaimana semua sifat itu tersembunyi dari diri anda untuk masa seperti itu? 

Maka masalahnya sudah seperti kata seorang penyair: 
"Jika engkau tak tahu maka itu musibah. Tetapi jika engkau tahu, maka musibah itu jauh lebih besar." 

ASHARQ: Bagaimana anda menilai dampak perselisihan Mahathir dan Anwar terhadap Malaysia sebagai sebuah negeri Muslim yang dulu menjadi harapan kaum Muslimin dalam soal kebangkitan dan pertumbuhan. 

SHEIKH YUSUF: Bagi saya yang penting adalah memadamkan api fitnah ini yang membahayakan negeri Malaysia tercinta. Yang dulu kita anggap sebagai harapan dari harapan-harapan kaum muslimin dalam soal kebangkitan dan pertumbuhan. Kita bahkan menganggapnya sebagai wilayah Asia yang sangat kita dambakan. Kita tidak ingin negeri yang kita cintai itu terjebak ke dalam pertikaian sesama mereka. Karena akhirnya rakyat Malaysia tidak akan memetik manfaat dari pertikaian ini. Tidak juga umat Islam. Adalah yang mengambil untung satu-satunya dari fitnah ini Israil dan Zionis Internationalnya, serta kekuatan-kekuatan yang anti Islam, beserta seluruh penghuninya dan umatnya. 

Nasehat saya untuk para menteri di Malaysia agar menjaga diri mereka dari bisikan di sekitarnya serta iming-iming dari kekuatan yang mengintai umat Islam. Kepada pihak terkait dari para pemimpin umat ini agar mendamaikan dua kubu itu (Mahathir dan Anwar), dan agar "mengembalikan air ke tempat mengalirnya semula". Dengan begitu, Malaysia akan kembali kepada masa keemasannya, orientasi keIslamannya, sebagaimana pernah dikenal pada tahun-tahun yang telah lewat. Dan kita masih mengharapkan kebaikan untuk Malaysia dan orang-orangnya. Jika tidak, maka senantiasa orang-orang yang berbuat zalim akan tahu ke mana kesudahan mereka. Dan Allah Maha Berkuasa atas segala perkara-Nya, tetapi kebanyakan orang tidak mengetahui.


kembali ke halaman utama